|
Yuni yang sudah di puncak kenikmatan itu
hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan Arie yang masih mengeras.
"Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu," bisik Yuni sambil
menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung
tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan
mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah
mengetahui akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung
mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara
mengelus-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan
laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti
meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie
kesakitan.
"Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah."
Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membantunya untuk
memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya
untuk meraba batang kemaluan Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie
didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa
tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya
seperti mengulum ice cream, atau mengulumnya seperti mengulum permen
karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum
kepala batang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan
Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk
karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa
diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Arie. Melihat
kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung
mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar
mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh
Arie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa
lipstik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium
dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti
patung tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang
dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama
menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni
sangat menikmatinya apalagi Arie yang bisa dikatakan telah dilatih oleh
kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan nafas.
"Pek.. pek.." suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie
semakin terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus
memagutnya. Tangan Arie dengan trampil telah membuka daster putih yang
dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar
duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu.
Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie
dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie
sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh
Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat
di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun
membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan
menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni.
"Auu.." sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie semakin
bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan
Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan Yuni
sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit
kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit
kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh
bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie.
Pagutan Arie berganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni
terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan
kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan
membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya
tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah.
Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit
wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni
hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali
didapatkannya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang
kemaluannya yang sudah terlalu lama menegang. Arie menarik tubuh Yuni
agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai
dan Arie berdiri di antara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi
ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah
oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas.
Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit
kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni
menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya
tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya
terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di
bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Arie
kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya.
Melihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan
mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan
lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi
dari mulut Yuni. "Aduhh.. Kaak.." erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie
dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang
kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya
perlahan dan ketika kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni.
Yuni mengerang kesakitan, "Kak.. aduh sakit, Kak.."
Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam
liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir
Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus
digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan
rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat
kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang
senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah
nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni,
tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang
kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie kembali berusaha
memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. "Aduh.. aduh..
aduh.. Kak," Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. "Kamu
sakit Yuni," bisik Arie di telinga Yuni. "Nggak tahu Kaak ini bukan
seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat.."
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya
sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang
senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni
hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan
Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie.
Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat.
"Aduhh.." dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat
merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit
kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang
keluar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan
semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali
hentakan. "Preet.." Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur
dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie.
"Auh.. auh.. auh.." suara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah
seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Yuni.
"Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas," kata Yuni sambil menahan rasa
nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan tubuh
Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti
pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie
sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini
dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. "Yuni, sekarang bagaimana
badanmu," kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai
menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. "Udah agak enakan
Kak," balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan
ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan
goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan
Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh,
"Aduhh.." Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya.
Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya
menggoyang-goyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie
kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin
menjepit seperti tang yang sedang menjepit paku agar paku itu putus.
Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan
batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni
terangkat. Semburan panaspun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil
itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis
kenikmatan sambil mengerang, "Aduhh.. aduh.. Kak.."
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan
aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo
yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie
membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah
Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni
meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat
oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang
kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata
Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu
dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang
senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan
Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang
bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang
tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya
tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil
memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu
panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya
sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar
panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie
memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk Arie.
Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang
kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul mengecil
Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni.
Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung
jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie
mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup
dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selamat
bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung
keluar dari kamar Yuni setelah Arie menggunakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging
mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai
tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie langsung meraba liang
kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. "Tante
sudah pulang," tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang
kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih.
"Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu
yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang," jawab Tante Rani
sambil tersenyum. "Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapatkan
sarang yang baru ya.." Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. "Ah
Tante, mau cari sangkar dimana," jawab Arie mengelak. "Arie kamu jangan
mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi
kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama
Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni
dan Tante."
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti yang
dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan
kecupan yang mesra kepada Arie sambil meraba batang kemaluan Arie yang
sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah
tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. "Pasti adikku dibuatnya KO
sama kamu yaa.. Buktinya burung kamu tidak mau berdiri," goda Tante
Rani. "Ahh nggak Tante, biasa saja kok."
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti agar menikahi
adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan
pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan
tanpa melalui KUA karena Yuni masih di bawah umur.
TAMAT
Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk di bangku
perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan
mudah dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku
perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu
dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat sederhana dan
rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu jarak antara perguruan
tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil angkot minimal lima
kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di
bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak
tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA.
Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua
itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya
harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya
diceritakan dihadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana
menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan
kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan
alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie
bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa
dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua
orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh
di kampung itu.
"Arie.." sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian untuk
dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti.
Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan
bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya.
Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena
Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie
memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di
rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang
terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan
mempunyai beberapa usaha di bidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah
surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie
sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang
sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering
berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga
anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah
berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda.
Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari
istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan
ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih
SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada di atas
lima puluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie
langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke
kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah.
Belakangan diketahui namanya Asep dari papan nama yang dikenakan di
bajunya.
"Selamat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
"Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu," jawab satpam yang bernama Asep.
"Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?"
"Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena melihat suatu
keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang
baru berumur dua puluh tahunan.
"Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena
sebetulnya Arie juga belum pernah tahu dimana kantor-kantor Oomnya itu,
apalagi bisnis yang digelutinya.
"Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,"
tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT. Rido dan siapa
pemiliknya.
"Adik ini siapa," tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
"Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang."
"Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil
memberikan selamat datang di kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama
Bapak," kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
"Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, "Saya yang dulu sering mancing
bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun."
Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itukan sudah bertahun-tahun."
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui selain
kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak
Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om
Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang
keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di
belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi
dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang
lebih baru berumur 35 tahun.
"Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia
tidak dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk
urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik
Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan
dulu," sambung Pak Dadi melihat ekspresi Arie yang sedikit kecewa karena
ketakutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung
berkomentar, "Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada
masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan
kuliah dimana, itu semuanya telah diaturnya karena mempunyai uang dan
uang sangat berkuasa di bidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang
berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan
sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi
dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai
keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya.
Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah
membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie
dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk
di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus
dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman.
Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk
perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa
waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan
mengendarai sebuah mobil sedan dengan merk Mercy terbaru, melaju ke
sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah
pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak
kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat megah
dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan
halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama
megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai
pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang
didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada
di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan
istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman.
Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua
barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang
Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang
tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang
ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om
Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi
Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum
menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu
menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
"Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
"Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lanjut Tante Rani yang pada
waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik
dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh
perhatian.
"Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu
bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk."
Obrolan pun mengalir dengan penuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah
lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala
pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu
memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah
tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan
gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik
CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie
pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira
35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja.
"Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah.
Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah
itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah.
Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni. Mendapat
teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karena nantinya ada
teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat
dikerjakan sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak." Mendapat
pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang memberikan
penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik
kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat
cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah
besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar
keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur
badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pada Yuni
yang mempunyai wajah yang cantik dan putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh
Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni.
Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar
mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie
memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan
dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan
belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang
memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang
bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok.
Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang
belum dikaruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman,
Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam spermanya
tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman
karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuan Yuni yang
menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri.
Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat
kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di
suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan
mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu
sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang
membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia
sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Arie kaget
setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani
menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta
dengannya.
Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak
mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering
menghayalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam
kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani
dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang
kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini
baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok
mobil agak terbuka sehingga rok mininya merosot ke bawah. Arie dengan
jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante
Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelan
ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai
tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak
segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu
pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil
berkata, "Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante," Tante Rani hanya
berkata, "Arie, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan,
masa Arie tidak kasihan sama Tante." Tangan Tante Rani dengan berani
membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar.
Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu
menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada perlawanan,
akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula
sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat
Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila ada PR yang sulit
Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan
kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie.
Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan
tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan
itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benangpun yang
menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang
mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni
membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, "Mangkanya,
kalau masuk kamar ketok pintu dulu," goda Arie sambil menggunakan celana
pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang
kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih dan
berbulu-bulu kecil. "Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana
yah," tanya Yuni.
"Belum," jawab Arie menggoda Yuni.
"Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie
mengerjakan PR," rengek Yuni sambil tangan kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk
diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, "Ini apa Kak, kok
kenyal." Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin menegang dan
dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu
meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang
betul, masa tanteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang
setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan
badannya. Arie kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari
karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie kembali digunakan
menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi
wajahnya dan terlihat Arie sudah memakai celana pendek. "Nah, gitu dong
pake celana," kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang menempel di susu
kecil Yuni. "Udah dong meluknya," rintih Yuni sambil memberikan buku
Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa
tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak
merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya
saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan
bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar
tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan
pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan
memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu
Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga
celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan
jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah
seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya
agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati
menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya
bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti
bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan
Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira.
Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk
membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat
dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang
kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang
berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie
menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering
bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat
dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas
hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie
naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang
kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang
terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie
semakin kalang kabut ketika Yuni menggerak-gerakkan badan ke belakang
yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan
pura-pura tidak sadar Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus
oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin
bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
"Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah."
Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di
batang kemaluan Arie. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil
terus berkata, "Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya."
"Boleh, tapi ada syaratnya," kata Arie sambil terus merapatkan batang
kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih.
Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah
badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie
semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata
Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti
itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit
kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu,
ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar
ciuman itu. "Kaak.. apa dong syaratnya", kata Yuni manja agresif
menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus
menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa-
apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia
seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun.
"Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya."
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain
harus push-up 1000 kali. Konsentrasi Arie dibagi dua yang satu terus
mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan
Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya
lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan
Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh
paha Arie.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya
sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak
tahan dengan kedaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika
Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah
Arie, sambil berkata, "PR-nya sudah Kaak.. Arie," sambil menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie
erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan
itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni
berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapat
perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, "Masa Kakak meluk
Yuni nggak bosan-bosan." Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap
mau dipeluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Arie
bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni
berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa
melenggokkan pantatnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
"Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang
barusan saya lakukan," guman Arie dalam hati sambil terus memegang
batang kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar
tidak terlalu tegang. "Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati
kepunyaan%